Saat aku masih duduk di bangku smp aku sangat suka lagu2 dari Iwan Fals, mas kos di rumahku mempunyai kaset Iwan Fals yang selalu kusetel di tape miliknya tiap sore. Hampir semua lagu di satu kaset itu aku hafal, yang paling berkesan adalah lagu tentang si budi kecil. Aku begitu tersentuh oleh lirik lagu itu yang menceritakan tentang perjuangan si budi dalam mencari penghidupan. “Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu” salah satu lirik yang terus terngiang di telingaku. Tetapi saat itu aku hanya sekedar tersentuh saja tanpa ada gambaran bagaimana susahnya bekerja (yang kita sebut saja berkarya). Sampai menjadi mahasiswa semester awal aku hanya berkutat pada kelas dan sekretariat organisasi, hidup ini harus dinikmati menurutku saat itu asalkan aku enjoy maka ga perlu mikirin yang lain. Tetapi ada peristiwa yang cukup menohok hatiku saat aku melihat salah satu tayangan di televisi tentang seorang anak SD (kita sebut aja Budi) yang harus bekerja di pelabuhan untuk mengumpulkan ceceran beras kemudian dijual atau dimakan sendiri, dia bekerja dari subuh sampai magrib untuk membantu keluarganya. Saat itulah aku tersadar, apa gerangan yang aku lakukan sampai segede ini, jangankan membantu orang tuaku, menghidupi diri sendiri pun aku belum mampu. Memang kalau dibandingkan si Budi aku ga ada apa-apanya. Ilmu yang kuperoleh di kampus belum mampu memberikan arti bagi keluargaku, maka sejak peristiwa itu aku mulai membuka hati untuk setiap peluang berkarya yang terhampar di depanku.
Lalu kulihat orang-orang cacat yang mempunyai motivasi lebih tinggi daripada aku yang dianugerahi tubuh lengkap. Mereka mampu membuat bara semangat di hati yang mampu menghadapi segala kesulitan di depan mereka. Tidakkah kita malu pada diri sendiri, bila setiap hari hanya berkutat pada masalah teoritis di awang-awang tanpa mencoba melakukan sesuatu yang bernilai bagi orang lain. Kita tidak perlu sempurna untuk melakukan action karena pada dasarnya kesempurnaan adalah akumulasi dari percobaan-percobaan gagal. Tidak perlu menunggu ilmu kita setinggi langit dulu baru action, karena sebenarnya ilmu makin cepat diamalkan makin bagus, tidak perlu takut mentok di tengah jalan karena selalu ada jalan memutar di setiap masalah. Salah kita yang mungkin terlalu banyak berpikir tanpa eksekusi, terlalu banyak ketakutan tanpa mencoba terlebih dahulu, dan terlalu egois memikirkan keuntungan diri tanpa mencoba berbagi. Si budi dan orang-orang cacat telah memberi kita pelajaran bahwa hidup ini harus mandiri dan selalu berkarya yang bermanfaat bagi orang lain. Alhamdulillah