Di teras rumah kuputar-putar rokok elektrik di tanganku, sesekali kuhisap dan kukeluarkan asap dari mulutku. Aku mencoba berhenti dari kebiasaan merokokku dengan menganti rokok sigaret yang biasa kuhisap dengan rokok elektrik yang kudapatkan di Pasar Mangga Dua Jakarta. Lumayan bisa menggantikan rokok sigaret yang biasa kuhisap, lebih aman dan hemat. Sudah dua bulan dan aku sudah bisa menyisihkan sekitar enam ratus ribu dari uang rokok bulananku. Rumah ini sudah sepi, adik ponakanku sudah berangkat ke sekolahnya di MTs desa Selorejo dan aku sedang mempertimbangkan untuk sekedar berjalan-jalan setelah sarapan atau menikmati pagi dan siang sambil bersantai dan membuat sketsa di teras rumah. Kakakku dan suaminya telah berangkat ke kebun jeruk mereka untuk menyelesaikan tugasnya, sebelum pergi mereka sempat berpesan kalau butuh makanan ada di lemari makan di dapur . Aku pun memutuskan untuk mencari peralatan lukisku yang dulu kutitipkan di rumah ini yang memang kupersiapkan bila sewaktu-waktu aku kembali dan ingin melukis di desa ini lagi.
**
Kubongkar kardus-kardus di gudang belakang dan kutemukan kardus dengan bekas cat disana-sini. Itulah kardus berisi peralatan lukisku, kukeluarkan satu persatu ada palet, kuas, beberapa cat minyak yang tinggal sedikit, dan kanvas ukuran kecil. Kubersihkan satu persatu dan setelah kucuci palet yang agak berdebu karena terlalu lama disimpan kuletakkan peralatan tersebut di meja depan. Kubuka tas dan kukeluarkan amplop coklat berisi foto-foto bunga hasil jepretan temanku seorang fotografer ibukota bernama Ahmad Kurniawan. Kulihat-lihat beberapa foto dan kupilih beberapa foto yang menurutku cocok dengan suasana hatiku. Saat kulihat sebuah foto teratai aku tiba-tiba teringat dengan perbincangan tentang swastika dengan Guru keponakanku di tengah sawah tempo hari. Teratai adalah lambang bunga suci bagi pemeluk Buddha sama seperti swastika, teratai dianggap suci salah satu alasannya yang kutahu adalah karena dia mampu hidup di atas air yang kotor sekalipun dan mampu memberi keindahan di atas air tersebut melalui keelokan daun dan kuncupnya. Buddha banyak digambarkan duduk di atas bunga teratai, bahkan candi Borobudur sesungguhnya adalah lambang Teratai Besar. Dahulu konon bila dilihat dari udara maka candi Borobudur nampak seperti teratai raksasa yang mengapung di kolam. Kupilih foto itu dan mulai kuambil kanvas serta pensil untuk membuat sketsanya.
**“
Pak Lek, ga pengen ke sawah lagi?”. Tanya ponakanku kepadaku.
“Ayo, setelah ashar kita kesana lagi ya. Pak lek juga masih penasaran dengan lanjutan cerita dari Gurumu mengenai swastika”. Kujawab
**
Kulihat gubuk di tengah sawah itu masih kosong, setelah sampai di gubuk aku pun mengeluarkan kanvas kecilku dari tas dan melanjutkan mengerjakan sketsa beberapa gambar bunga. Keponakanku sedang asyik berburu belalang yang hinggap di helai-helai daun padi. Tak lama sesosok pria berjalan kea rah kami.
“Assalamualaikum”. Sapanya
“Waalaikumsalam”. Jawabku
“Sudah lama”. Tanyanya
“Tidak, masih barusan”. Jawabku sambil meletakkan kanvas di sampingku.
“Sketsa yang sangat indah, tapi saya belum pernah tahu bunga apa yang anda gambar”.
““Ha..ha..ha pujian yang berlebihan, ini adalah gambar bunga yang sangat langka namanya Dendrobium cuthbertsonii. Berasal dari hutan tropis Papua. Bunga ini memiliki fitur yang tidak biasa karena kelonggaran ekstrem dari pedicel, beban bunga menyebabkannya tangan atau berbaring pada daun. Bunga-bunga muncul 'terbalik' dengan labellum menjadi bagian paling atas bunga. Dipotret oleh teman saya saat dia sedang dalam ekspedisi ke Papua. Negara kita adalah Negara surga dengan ribuan spesies bunga langka”.
“Bunga yang indah tapi klo sketsa masih misterius ya”.
“Bila belum diberi warna maka lukisan ini memang masih misterius dan sulit ditebak, tapi tidak semisterius lambang swastika yang anda ceritakan tempo hari. Bila anda berkenan tolong ceritakan lebih banyak tentang swastika yang menurut anda berhubungan dengan agama Islam dong”. Pintaku
“Oh, tentang swastika. Saya tahu tidak begitu banyak tetapi oke akan saya coba bagi dengan anda”.
“Yup, kami siap”. Tiba-tiba keponakanku nyeletuk dari belakangku. Aku sedikit kaget tapi kami mulai menyimak Guru dari keponakanku ini.
***
“Kita telusuri Swastika pada peradaban Afrika kuno atau lebih spesifiknya peradaban Mesir yang menggunakan Swastika sebagai lambang matahari dan pusat pemujaan mereka di tempat yang mereka sebut sebagai “City of Anu”, swastika juga disebut-sebut sebagai suatu simbol nubuatan atau ramalan dari seorang guru agung yang akan membawakan agama sempurna. Walaupun, sejarah memberi kita sedikit sekali pengetahuan tentang asal-usul Swastika dan itupun, tidak konsisten serta kabur. Tetapi saya percaya ada suatu kunci untuk setiap misteri dihubungkan dengan sejarah agama, Egyptology, Great Pyramid dari Ghizeh serta tradisi yang berhubungan dengan Swastika, maka pembimbing dan yang berwenang haruslah Quran Suci, yang merupakan wahyu terakhir serta satu-satunya yang masih murni dari Yang Maha-mengetahui Segala Yang Ghaib, ‘Buku Sempurna’ yang dirujuk oleh semua agama sebelumnya. Banyak rahasia dunia ini diwahyukan melalui al-Quran 1400 tahun yang lalu, dan telah diterima oleh sebagian besar cendekiawan serta ilmiawan hanya dalam abad yang lalu atau sekitar itu”. Jelasnya
“Swastika berhubungan dengan Mesir Kuno?”. Tanyaku
Dia mengangguk lalu meneruskan
“ Beberapa tembikar tanah liat dari mesir memperlihatkan corak swastika, salah satunya yang ditemukan pada makam Abd-el Kourneh di Thebes. Diduga kuat Swastika adalah perwujudan dari lima citra ideal dari Mesir Kuno satu Pencipta dengan empat sifat utama padanan atasnya banyak kita jumpai di tempat-tempat lain di dunia. Di sini kita menghubungi sumber terpercaya kita, al-Quran terutama pada Surat Nuh ayat 23 :Lalu dia menukil salah satu surat dan menjelaskan artinya
“Dan mereka berkata: Janganlah kamu meninggalkan Tuhan-Tuhan kamu, dan jangan (pula meninggalkan) Wad, dan Suwa, dan Yaghuts, dan Ya’uq, dan Nasr” (QS.71:23).
“Di sini kita dapati nama lima berhala yang ‘disembah pula oleh orang Arab’ pada zaman Nabi Nuh: Wadd Tuhan lelaki, Su’wa Tuhan perempuan, Yaghuts Tuhan-singa, Ya’uq Tuhan-kuda dan Nasr Tuhan-rajawali. Ahli Mesir Kuno, yang menggali bukti-bukti arkeologi dan mempelajari tulisan hiroglip dari Piramida Besar dan tradisi kaum Mesir Kuno, menemukan lima indikasi kuat bahwa lima Tuhan yang sama ini, atau sekutunya, telah disembah juga di Mesir. Mereka adalah Horus beserta empat anak lelakinya, yakni, Amsta dewa-lelaki, Hapi dewa-singa, Taumutf dewa ox atau sapi, Kablsenuf dewa-rajawali. Dewa-dewa dengan simbol binatang ini juga muncul di banyak agama dan kawasan di seluruh dunia“. Lanjutnya
“Setahu saya di Cina dan Yahudi pun memiliki nama-nama dewa yang berhubungan dengan binatang tapi mereka hanya kenal empat dewa bukan lima”. Aku bertanya.
“Itu tidak masalah karena di Cina dan Yahudi pun mereka mengenal swastika walaupun dalam bentuk yang berbeda, bila anda ada waktu coba cek di internet mengenai lambang swastika. Anda akan temukan berbagai bentuk dan variasi swastika. Di berbagai dunia swastika diartikan sebagai simbol keberuntungan, simbol empat penjuru, empat elemen, empat penjaga suci, solstices dan equinoxes. Pemakaian swastika di Cina dan Yahudi mengambarkan bahwa mereka juga terkena asimilasi religi dari Mesir Kuno”. Jelasnya, lalu dia melanjutkan
“Solstis apa?”.Tanya keponakanku
“Solstice dan equinoxes, artinya titik balik matahari dan keadaan dimana siang dan malam sama lamanya. Nanti kau akan mempelajarinya di SMU”. Jawab Guru Keponakanku itu, lalu dia melanjutkan
“Swastika telah berumur ribuan tahun, digunakan oleh demikian banyak bangsa, sesungguhnya telah diabdikan kepada macam-macam, tetapi, dengan mengambil maknanya, yakni makna yang konsisten serta paling orisinil, kita bisa membangun suatu dasar bagi penterjemahannya. Sejauh ini kita telah menyusun arti bahwa Swastika itu merupakan kontraksi dari lima citra-ideal yang disembah dalam bentuk berhala baik oleh bangsa Arab maupun Mesir, yang dalam kasus ini yang terdekat dengan agama aslinya. Ahli-ahli Mesir Kuno menyatakan kepada kita bahwa Horus, Maha-dewa, berdiri di puncak piramida didukung oleh empat puteranya yang berdiri di masing-masing pojok-penjuru. Gambar berikut ini akan memfasilitasi perbincangan kita”.
Dia meminjam kertas dan pensil dari tasku dan mengambar swastika dengan tulisan Horus di tengahnya dan empat puteranya di masing-masing tangan swastika. Selesai mengambar dia berkata
“Horus dan empat puteranya melambangkan Sifat Utama Ilahi. Quran Suci menyeru manusia agar beriman kepada para nabi yang telah di kirim ke segala bangsa dan kaum, dengan petunjuk dari Tuhan Yang Maha-kuasa; bahwa berhala, seperti yang kita lihat sebagai contoh adalah Horus dengan ke empat anak laki-lakinya, adalah produk dari kesalahan pemikiran manusia, seperti juga ketidak-sucian kitab-kitab suci adalah hasil interpolasi manusia. Maka kita temukan bangsa Mesir dan Arab menyembah seperti juga banyak bangsa lain menyembah nabi dan citra-ideal dari agama mereka dan bukannya Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki semua citra-ideal kesempurnaan, yang membangkitkan para nabi dari antara manusia. Tetapi kita tahu bahwa nabi itu bukan dewa ataupun berhala, mereka tiada lain adalah cermin yang terpampang di hadapan manusia akan adanya aspek KeTuhanan”.
“Sama seperti penjelasan anda bahwa lambang atau simbol bisa berganti pemaknaannya setelah melewati kurun waktu tertentu”. ujarku
“Ya benar. Horus sepertinya dia adalah seorang nabi atau guru dari Mesir Kuno selanjutnya jelas tidak benar dalam simbolnya, karena kita tahu bahwa Tuhan itu bukan laki-laki, dan tidak punya putera atau puteri, tetapi, bila kita melucuti lambang ini dari semua mitologinya, maka kita tiba pada citra-ideal yang melatarbelakanginya atau atribut (asma/sifat)nya; Horus kemudian menjadi Tuhan Yang Maha-esa dari semesta, anak-anak lelakinya adalah empat atributnya yang utama; yakni, Yang Maha-kuasa, Yang Maha-pengasih, Yang Maha-Bijaksana, dan Yang Maha Adil”. Lanjutnya
“Lalu apa hubungannya si Horus ini dengan Islam Pak Guru?”. Tanya keponakanku.
“Coba kita lihat surat pertama dari Quran Suci, al-Fatihah, dikenal sebagai Ummul Kitab, Induknya Kitab, Pembukaan Kitab; ini adalah inti-sari kebenaran, inti keimanan bagi jutaan Muslim dan Islam terbangun dalam tujuh ayat di dalamnya yang selalu hidup karena diulang-ulangi dalam salat. Surat ini dimulai
“Dengan nama Allah, Yang Maha-pemurah, Yang Maha-pengasih.Segala puji kepunyaan Allah, Tuhan seru sekalian alam,Yang Maha-pemurah, Yang Maha-pengasih.Yang memiliki Hari Pembalasan”. (Q.S.1:1-3).
Empat asma utama terdapat dalam tiga ayat ini dan mereka adalah dasar dari aspek-Nya, sifat ilahi-Nya yang lain memancar dari sini. Asma Ilahi ini tetap konstan, seperti yang kita lihat, perbedaannya hanyalah bahwa agama yang belakangan sewajarnya lebih mencakup dalam pengertian dan penerapannya. Di sini lagi-lagi Islam itu unggul dibanding agama lainnya, karena al-Quran tidak membiarkan kita melewatkan sifat-Nya tetapi dengan tegas menyatakan dan menerangkan asma-asma Ilahi, yang secara tanpa disangka berfungsi memperkaya kosa-kata dari agama lainnya”.
Dia menjawab dengan mantap
“Jadi Dia adalah Rabbul a’lameen Tuhan seru sekalian alam, yang digambarkan dengan Amsta dewa-lelaki (Yang Maha-kuasa); Dia adalah Rahman, Yang Maha-pemurah yang digambarkan dengan Hapi dewa-singa (Yang Maha-penyayang); Dia adalah Rahim, Yang Maha-pengasih yang digambarkan dengan Taumutf dewa ox atau sapi (Yang Bijak dalam Kasih-sayang). Dia adalah Maliki yaumiddiin, menunjukkan keadilan-Nya yang sempurna yang digambarkan dengan Kablsenuf dewa-rajawali”. Kali ini aku mencoba menalarnya.
Dia mengangguk, lalu aku mulai sadar bahwa sekeliling kami sudah mulai gelap. Dan Kami pun sepakat untuk melanjutkan perbincangan kami esok hari walaupun keponakanku merengek protes untuk melanjutkan cerita ini sedikit lagi. Tapi kami bergeming dan sepakat untuk mengajaknya esok sore. Kami pun berpisah setelah saling berjabat tangan dan mengucapkan salam. Aku bertanya-tanya dalam hati apa gerangan esok sore yang akan kami bahas, suara adzan Magrib mulai berkumandang yang berarti kami harus segera bergegas menuju masjid di depan rumah.
(bersambung)
Kamar adik, 22 November 2010