Alkisah di suatu tempat terdapatlah seorang yang dikenal karena kebijaksanaannya dalam menyelesaikan suatu persoalan, banyak orang-orang dating kepada beliau untuk meminta nasehat dan mendengarkan petuah-petuah bijak darinya. Suatu ketika datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung suatu masalah dan dating kepada orang bijak tersebut, dia mengungkapkan semua rasa gundah gulananya dalam menghadapi kehidupan ini. Setelah mendengar semua permasalahan yang sedang dihadapi pemuda tersebut orang bijak tersebut mengangguk-angguk dan tanpa berkata apa-apa dia mengambil sekantung garam dari dalam sakunya. Dia taburkan garam tersebut ke sebuah gelas yang berisi air tawar setelah itu diadukknya air tersebut sehingga tercampurlah kedua zat tersebut. begitu selesai dicampur diberikannya air garam tersebut ke pemuda itu,
“Anakku, minumlah air ini.” Perintah si orang bijak.
Dengan patuh si pemuda tersebut meminumnya
“Bagaimana rasanya anakku?” Tanya si orang bijak.
“rasanya pahit sekali wahai orang bijak”. Jawab si pemuda
Lalu si orang bijak tersebut mengambil gelas yang dibawa si pemuda dan mengajak si pemuda untuk beranjak dari tempat mereka semula, mereka berjalan menuju sebuah telaga yang berair sangat jernih. Si orang bijak lalu menaburkan sekantung garam lagi ke telaga tersebut, mengambil sebuah kayu dan mengaduk tempat dia menaburkan sekantung garam itu. Lalu dia mengambil gelas yang dibawanya mengisinya dengan air telaga itu dan memberikannya lepada pemuda itu untuk diminumnya. Setelah itu bertanyalah si orang bijak
“Bagaimana rasanya anakku?”
“Segar wahai orang bijak”. Jawab si pemuda.
“Anakku, pahitnya kehidupan adalah seperti pahitnya sekantung garam, tidak kurang dan tidak lebih. Yang menyebabkan rasa pahitnya berbeda adalah tergantung dari dimana tempat kita meletakkannya, bila kita letakkan di hati yang sesempit gelas maka rasanya akan pahit sekali tetapi bila kita letakkan di hati yang seluas telaga ini maka rasanya akan tetap segar.”
Si Pemuda mendengar dengan penuh hikmat, lalu si orang bijak itu melanjutkan.
“Jadi, bila kau merasakan pahitnya kehidupan dan kegagalan dalam hidupmu, hanya satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu untuk menerimanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan. Perasaanmu laksana wadah, kalbumu adalah tempat menampung segalanya, jadi jangan buat hatimu laksana gelas, buatlah laksana telaga yang mampu menampung setiap kepahitan dan merubahnya menjadi kesegaran serta kebahagiaan.”
Terbukalah pemikiran si pemuda tersebut dan mereka pun beranjak dari telaga tersebut, sekantung garam tetap berada di saku si orang bijak untuk meredakan keresahan jiwa orang-orang lain yang dating kepadanya. Alhamdulillah