Hidup-Permainan
12.48
In the end is all a same
In the end is all a game
Cuplikan dari puisi T.S Elliot ini entah mengelitik jari-jemariku untuk mengetik tuts-demi tuts keyboard. Dikala sedang berlangsung siaran ulang Jerman dan Uruguay sejenak kuambil laptop dan mulai menulis. Kehidupan yang kita rengkuh hingga merem-melek ini teryata memang akhirnya akan bermuara pada suatu kenyataan bahwa kita akan mengawali suatu fase bernama kematian. Fase yang untuk sebagian besar dari kita ditakuti tapi sangat dinantikan untuk sebagian kecil orang. Awal bukanlah awal yang hakiki bagi kita dan yang kita sebut akhir adalah awal yang bisa jadi sangat indah atau sangat buruk tergantung dari apa yang kita tanam. Kehidupan pada akhirnya akan kita sadari bahwa semuanya ini hanyalah permainan. Permainan panjang yang kita perjuangkan dengan segenap tenaga dengan harapan akan memenangkan tiap-tiap bagian di dalamnya. Tapi tak bisa dipungkiri bahwa kita hanyalah wayang yang dipermainkan oleh dalang. Setiap kita menjalani lakon yang berbeda-beda yang memiliki alur cerita yang berbeda-beda pula. Sekuat dan sehebat apapun kita tapi bila ketokan palu sang dalang telah bergema dan giliran kita telah usai maka mau tak mau kita harus masuk kotak. Kita semua hanyalah bidak-bidak catur yang walaupun sudah mati-matian bertahan sebagai yang terakhir, toh suatu saat nanti pasti akan turun gelanggang bila permainan telah usai. Kita mungkin menjadi bidak patih yang memiliki banyak kelebihan tapi toh bahkan bidak patih tidak bisa meniru kelebihan bidak kuda.
Masing-masing kita memiliki kelemahan dan kelebihan yang sudah dilekatkan oleh Tuhan yang membuat kita menjadi the special one di dunia ini. Permainan bisa sangat pendek ataupun sangat panjang, bisa sangat menyenangkan ataupun menyiksa tergantung dari bagaimana kita memaknai permainan tersebut. Bila kita merasa sebagai pihak yang selalu tertekan maka tertekan dan tersiksa pula batin kita. Tetapi bila kita merasa sebagai pihak yang walaupun tertekan tapi masih berani optimis bahwa kesempatan pasti ada, bila tidak saat ini mungkin bisa kita dapatkan di masa mendatang. Gambaran kita saat ini bukanlah cetakan abadi bagi kehidupan kita selanjutnya. Selalu ada kesempatan untuk melakukan counter attack saat bola berada pada kontrol kita. Dan selama masa permainan masih belum berakhir maka selalu ada kesempatan untuk mengubah jalannya permainan.
Kita, walaupun mungkin hanya ditakdirkan sebagai pion tetapi bila mampu menempuh jalan yang tepat dan benar maka bukan tak mungkin kita bisa menggulingkan seorang ratu. Kita walaupun mungkin hanya sebuah wayang yang harus rela dilempar dan dipermainkan sang dalang, tetapi kita toh tetap mempunyai peran untuk menghibur sesama. Kita, sekecil atau sebesar apapun kita, akan memiliki akhir yang sama. Sebuah fase bernama kematian, persiapkanlah kematian kita saudara-saudara. Alhamdulillah (Depan TV, 11 Juli 2010)
0 komentar