(gambar dari oliverray.ca)Di atas ranjang di pagi saat awan menutupi buncahan awal sinar mentari. Lelaki itu duduk meringkuk di balik selimutnya, punggungnya bersandar pada sudut tembok putih kamar bercat putih. Ditekuk kedua kakinya hingga dagu dan lutut bertemu. Sekilas kantuk masih membayangi kedua bola mata. Udara pagi dingin menggigit tulang-tulang tubuh kurusnya. Pandangannya mengarah ke selimut warna biru yang bertabur gambar matahari, bintang,...Read More

Menangislah untuk malam ini sajaKarena saat fajar menyingsing esok,Adalah tanda hari barumu Menangislah untuk malam ini saja Keluhkan semua bebanmuBukan pada insan manusiaTapi Keluhkanlah pada Sang Maha Penampung Segala KeluhanBukankah selama ini kau tak pernah membuang sampah-sampah di hatimuBukankahSelama ini kau selalu menampung sampah-sampah dari orang-orang sekitarmuTapiKini saatnya kau melepaskan semua beban di hatimuMenangislah, legakan hatimuKarena di setiap butir-butir air matamuMeluruhkan rasa sesal...Read More

Laki-laki seperempat abad itu duduk di ruang pribadinya, sebuah meja kayu berukuran lumayan besar terhampar di hadapannya. Kepala dan punggung kurusnya menempel pada sandaran kursi. Kaki kanan menyilang di atas kaki kiri, tangan kanan lelaki itu menggosok-gosok pelan bagian bawah bibir, seakan sedang berpikir sesuatu. Matanya memandang lurus ke depan, di mana dua orang kakak tersayangnya sedang beradu argumen. Mereka bukan sedang memperebutkan...Read More

Gadis kecil itu hidup dengan kedua orang tuanya di sebuah desa nelayan. Dia berumur 8 tahun dengan wajah oval yang cantik dan kulit kecokelatan karena terpapar matahari pantai. Saat ini adalah puncak musim dingin, udara musim dingin dengan mudah menembus dinding rumah mereka yang terbuat dari papan. Tidak ada kayu atau batu bara yang dapat menghangatkan rumah mereka. Ayah si gadis adalah kuli...Read More