Kekuatan Keberpihakan (bagian-1)
19.46
Di sebuah kota bernama Milwaukee, suatu ketika perusahaan motor di kota itu nyaris diambang kebangkrutan. Perusahaan tidak kuat lagi bersaing dengan perusahaan-perusahaan motor di amerika. Perbankan sudah tidak mau lagi untuk membiayai karena sepinya order ke pabrik itu. Di saat-saat kritis itu muncul suatu gerakan dari pegawai-pegawai pabrik untuk menyelamatkan perusahaan. Para pegawai yang kala itu berjumlah sekitar 10 ribu orang sepakat untuk memesan motor dari pabrik mereka sendiri. Mereka mengosongkan parkiran di pabrik dan membuat peraturan bahwa yang boleh parkir disana hanya motor buatan pabrik mereka, para pekerja sepakat mereka hanya akan menggunakan Motor yang diproduksi oleh pabrik mereka untuk pergi dan pulang bekerja. Management Perusahaan seolah mendapat angin segar dari gerakan para pekerjanya. Mereka segera mengajukan pinjaman ke Bank untuk membiayai produksi 10.000 unit motor. Pihak Bank menyetujui pinjaman dan beberapa saat setelah pinjaman itu turun, motor pertama yang digunakan oleh salah satu pekerjanya melaju memecah kesunyian Kota Milwaukke. Tak lama kemudian 10, 100, 1.000, dan 10.000 motor setiap pagi dan sore hari memecah udara kota Milwaukee dengan deru knalpot khas. Ya, nama pabrik itu adalah Harley Davidson. Dan kini ratusan ribu motor Harley Davidson hilir mudik di kota itu. Jutaan motor Harley Davidson beredar di pelosok dunia. Pabrik Harley Davidson telah bangkit dari ambang kehancuran dan kini menjadi salah satu ikon maskulinitas di seluruh dunia berkat Kekuatan Keberpihakan.
Pada tahun 60-an Produk Jepang yang mengisi pasar Amerika dianggap murahan dan kurang berkualitas. Dan memang produknya kurang berkualitas, tapi keberpihakan pemerintah dan rakyat Jepang plus keuletan industrialis Jepang untuk membuktikan produk dalam negerinya mampu bersaing dengan negara barat menyebabkan hanya dalam waktu 2 dekade saja mereka sudah bisa memukul pasar Amerika dan membuat Paman Sam sempoyongan. Ford, General Motor, Chrysler nyaris bangkrut karena ekspansi dari Honda dan Toyota. Produk Jepang tak hanya berjaya di pasar ekspor, di dalam negeri pun rakyat Jepang menunjukkan keberpihakannya pada produk-produk lokal. Mereka tak keberatan untuk membeli produk-produk lokal yang murahan karena mereka berkeyakinan bahwa semakin membeli produk lokal maka industrialis-industrialis lokal akan memiliki dana yang cukup untuk menjalankan operasional produksi dan riset. Saat riset-riset telah membuahkan produk-produk lokal yang berkualitas, lagi-lagi rakyat jepang menunjukkan keberpihakannya dengan cara rela membeli produk lokal lebih tinggi daripada harga di pasaran luar negeri. Mereka sepertinya sadar, bahwa yang bisa membuat produk-produk berkualitas bukan hanya dukungan dari pemerintah atau keuletan industrialis saja. Tapi gerakan massif rakyat untuk mau memakai dan memahami produk lokal adalah kekuatan yang menentukan.
Tak jauh dari Jepang, Korea Selatan yang dilanda perang
saudara pada tahun 50-an juga mulai membangun identitas produk-produknya, tak
mau kalah dari Jepang rakyat Korea Selatan juga sangat bangga memakai
produk-produk yang dihasilkan oleh pabrikan-pabrikan dalam negeri semacam
Samsung, Hyundai dan Daewoo. Keterikatan masyarakat Korea Selatan pada
produk-produk dalam negeri bahkan sangat ekstrem. Sampai ada sebuah persepsi
yang berkembang di kalangan masyarakat Korea Selatan bahwa apabila ada orang
korea selatan yang tidak memakai produk dalam negeri, maka orang itu dianggap
sebagai “orang jahat”. Apabila ada orang Korea Selatan yang tidak memakai produk
dalam negeri misalnya memakai mobil Mercedes Benz (bukannya Hyundai atau KIA)
maka orang itu akan diberi wajah sinis oleh
masyarakat sekitar, bahkan bisa-bisa si pemakai Mobil Mercedes Benz itu
akan kesulitan mencari tempat parkir karena dipersulit. Jangan heran pula
apabila di drama-drama korea hampir bisa dipastikan bahwa semua merek yang
dipakai artis atau setting film adalah produk dalam negeri Korea Selatan. Rasa
bangga akan produk dalam negeri sangat besar ditunjukkan oleh berbagai lapisan
masyarakat di Korea Selatan.
Ada satu benang merah yang sangat kentara antara Jepang, Korea dan Harley Davidson. Benang
merah itu adalah ketiga-tiganya
memiliki Kekuatan Keberpihakan. Keberpihakan siapa? Keberpihakan dari
elemen paling kecil tapi yang membawa dampak besar. Kekuatan Keberpihakan telah
mengubah sebuah entitas bisnis bahkan sebuah negara menuju kemajuan. Lalu
bagaimana dengan kita? Bagaimana dengan Indonesia? (bersambung)
2 komentar
Syuper sekali kang arif
BalasHapusSyuper sekali kang arif
BalasHapus