Buya Hamka dan Kemiskinan

09.04



“Ketika rumahku diketuk oleh kemiskinan, aku buka jendela dan aku lompat keluar. Apakah kemiskinan itu? Kemiskinan Ilmu, Kemiskinan Iman, Kemiskinan Akhlak, dan Kemiskinan Harta”.

Itulah salah satu pesan dari Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan sebutan Buya Hamka. Tepat 10 November 2011 kemarin Buya Hamka mendapat gelar prestisius dari negara. Yaitu menjadi salah satu pahlawan nasional bersama-sama Sjafruddin Prawiranegara, Ki Sarmidi Mangunsarkoro, KH Idham Chalid, Mr I Gusti Ketut Puja, Sri Susuhunan Paku Buwono X, dan Ignatius Joseph Kasimo. Kalau kita membahas apa jasa beliau pada negara ini khususnya bidang sastra maka tak akan cukup diuraikan dalam satu artikel.

Ada satu pesan yang sangat jelas yang disampaikan oleh Buya Hamka mengenai kemiskinan. Bahwa kita harus mampu menghindari kemiskinan sekuat mungkin bahkan disampaikan, “aku buka jendela dan aku lompat keluar”. Lalu diteruskan dengan rangkaian kalimat Kemiskinan itu ada miskin Ilmu, Iman, akhlak dan harta. Maka patut kita renungi apakah kita secara pribadi, kita sebagai salah satu unsur bangsa sudah berusaha sekuat mungkin untuk membuka jendela dan lompat keluar dari jeratan kemiskinan. Negara kita saat ini benar-benar miskin di ke empat aspek ini. Di bidang ilmu, kita lihat berapa banyak siswa yang putus sekolah karena tak punya biaya. Padahal negara sudah menganggarkan 20% APBN untuk pendidikan, sehingga muncul wacana perlu ditinjau seberapa efektifkah menaikkan gaji guru dan pegawai negeri terhadap kemajuan pendidikan di Indonesia.

Di bidang ke imanan kita bisa lihat banyaknya manusia-manusia Indonesia yang hanya beragama di dalam KTP. Bahkan sampai ada sinetron Islam KTP menyikapi anomali di dalam masyarakat kita. Di bidang akhlak kita bisa lihat betapa tergerusnya akhlak generasi-generasi saat ini, banyak murid yang berani pada gurunya, banyak anak yang melawan orang tuanya dan anak-anak muda mulai kehilangan tata krama dalam kehidupan di masyarakat.

Dan yang tak kalah penting adalah kemiskinan harta, ibarat kapal selama ini kita mengikuti nakhoda yang salah dalam bidang perekonomian. Indonesia belum mampu memberikan kemerataan kesejahteraan bagi rakyatnya. Ini bisa dilihat dari data Asean Development Bank (ADB). Dari ADB melaporkan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia meningkat 2,7 juta orang. Data ADB pada tahun 2008 menunjukkan jumlah orang miskin di Indonesia mencapai 40,4 juta orang. Sementara tahun 2010 jumlah orang miskin meningkat menjadi 43,1 juta orang atau naik 2,7 juta orang. Namun di lain pihak justru jumlah orang kaya Indonesia juga naik, Menurut Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan Bursa PT Bursa Efek Indonesia Urip Budi Prasetyo, pertumbuhan nasabah dengan kekayaan jumbo di Indonesia adalah salah satu yang tertinggi di Asia. "Tumbuh paling cepat setelah Hong Kong, mengalahkan Thailand dan Taiwan," ujarnya, Rabu 19 Oktober 2011.

Sebelumnya, kata Urip, jumlah nasabah kaya hanya sekitar 19 ribu orang. Tapi sekarang naik menjadi 30 ribu orang. Jumlah orang kaya ini, menurut dia, akan terus meningkat. Belum lagi uang yang tidak terdeteksi karena dilarikan ke Singapura. Ini menunjukkan bahwa di Indonesia yang miskin semakin miskin yang kaya bertambah kaya.

Nahkoda perekonomian yang kapitalis justru memangsa rakyat lemah dan menguntungkan para kapitalis atau orang-orang kaya. Dan perlahan namun pasti sistem perekonomian kapitalis yang dibangun mulai lapuk dan terancam ambruk. Yunani menjadi trigger lalu sekarang Italia di ambang kebangkrutan, dan bukan tidak mungkin negara-negara lain akan terseret dan terkena dampak, termasuk Indonesia. Lalu apa yang terbaik yang kita lakukan? Protes pada pemerintah melalui demo, merenungi nasib, atau masa bodoh saja. Hal yang paling baik kita lakukan adalah dengan melindungi aset atau harta kita agar kita tetap bisa bertahan di iklim perekonomian yang semakin memburuk. Instrumen yang paling aman adalah precious metal atau logam mulia seperti emas dan perak.

Mengapa? Karena salah satu instrumen penting dalam sistem perekonomian kapitalisme yaitu uang kertas (uang fiat) mulai kehilangan fungsi pentingnya yaitu sebagai penyimpan nilai. Inflasi terus menggerogoti kekayaan kita dan akhirnya pada saat ekonomi memburuk maka uang kertas hanya akan menjadi sebatas toilet paper alias tak berharga sama sekali sehingga menjadikan kita terjerat dalam kemiskinan harta. Berbeda dengan logam mulia baik emas dan perak yang akan selalu menjadi barang berharga sampai kapan pun. Maka pertanyaan pentingnya adalah apakah kita sudah benar-benar mau “membuka jendela dan melompat keluar” dari kemiskinan harta yang mengancan di depan mata kita.

You Might Also Like

0 komentar

Instagram