Bangsa Sentilan

21.11



Kadang bila saya berpikir bangsa ini sungguh lucu memang, masih segar dalam ingatan saya beberapa waktu yang lalu kita masih sibuk rebutan pulau dan tarik-menarik kain batik dengan negeri tetangga. Masih teringat di benak saya tentang bertaburannya artikel yang mengabarkan tentang keluh-kesah para pengrajin batik di Pekalongan, Solo, Jogja dan sentra-sentra batik lainnya yang saat itu curhat kepada media, begitu tidak mudahnya mempertahankan usaha turun-temurun mereka di bidang perbatikan karena deraan kemajuan zaman Kini saya malah kesulitan menemukan artikel bernada sejenis dari media di tanah air. Malahan saat ini kita lihat anak-anak muda kita sudah tidak hanya memakai batik saat hari rabu-kamis atau pada hari-hari tertentu saja karena batik menjadi seragam sekolah atau kantor. Kini hampir setiap jam batik berlalu-lalang di depan mata dan bermunculan tren-tren batik dari topi sampai sepatu bahkan (maaf) “Jerohan/pakaian dalam” pun di batik kan. Sungguh luar biasa kreatifitas bangsa kita. .
Setelah beberapa bulan berselang kini anak-anak kita, adik-adik kita, atau bahkan kita sendiri sudah berasyik-masyuk dengan serial animasi dari Negara tetangga. Di saat layar kaca dan media kita dipenuhi berbagai macam pemberitaan yang tidak baik untuk dikonsumsi pikiran, lagi-lagi negeri tetangga memberikan oase segar bagi dunia pertelevisaan kita. Muncul serial lucu bermuatan dakwah yang dibawakan duo Upin-Ipin dkk, serial ini langsung menyedot perhatian yang sangat luar biasa dari berbagai kalangan. Mulai anak TeKa sampai orang dewasa mengenal serial bocah-bocah gundul ini. Gambar mereka berdua pun laris manis tertempel di kaos dan pernak-pernik anak-anak. Banyak kalangan yang menyukai dan banyak kalangan yang mencibir, kegandrungan terhadap serial ini memunculkan kekhawatiran bahwa terjadi “penjajahan” budaya oleh negeri Jiran tersebut terhadap kebudayaan dalam negeri. Banyaknya anak kecil yang melogat-logatkan gaya bicara mereka menjadi keMelayu-melayuan dianggap sebagai tanda kecintaan pada budaya dan bahasa bangsa Asing. Tetapi kalau boleh lebih objektif,seharusnya kita lebih bijaksana dalam menanggapi hal ini. Melihat tayangan-tayangan di televisi dan bioskop kita akhir-akhir ini saya begitu merinding melihat kejahatan-kejahatan yang secara halus ditanamkan dalam alam bawah sadar masyarakat kita. Hampir di semua stasiun telivisi tak lepas dari scene-scene Mata yang terbelalak, wajah yang judes, pikiran-pikiran licik, dan pameran lekuk-lekuk tubuh melalui berbagai jenis acara mulai sinetron, FTV, infotainment, hingga acara-acara olahraga. Lalu saat saya pertama kali melihat Upin-Ipin jujur saya langsung jatuh cinta pada tayangan ini. Betapa kita harus menunggu belasan tahun untuk melihat serial bemuatan nilai-nilai luhur yang dibawakan secara baik dan tanpa embel-embel cinta-cintaan ala sinetron.
Bila kita khawatir terjadi penjajahan budaya, maka tak usahlah terlalu serius menanggapinya karena toh anak-anak muda kita telah bertahun-tahun dijangkiti Japanase addict yang sayangnya hanya mengcopy gaya harajuku saja tapi lupa mempaste budaya bangsa Jepang yang identik dengan kerja keras dan disiplin yang tinggi. Telah bertahun-tahun gaya berpakaian, konsumsi, dan selera musik kita “manut” pada model-model barat. Maka seperti artikel saya yang dulu pernah saya tulis di blog, saya pun secara pribadi mengucapkan TERIMA KASIH LAGI MALAYSIA. Karena mungkin nusantara memang perlu sentilan-setilan dari Negara sebelah agar menjadi lebih baik (bila disentil tidak sadar-sadar mungkin perlu “tabokan/tamparan” he3). Menjelang bulan Ramadhan 1431 H ini pun akan muncul satu lagi tayangan serial anak-anak dari negeri Jiran maka saya pun menyambut serial ini dengan sukacita sembari bertanya kapan akan ada Upin-Ipin made in Endonesia. Alhamdulillah(Kamar tetangga, 08/08/10)

You Might Also Like

0 komentar

Instagram