''GILA''
12.27
ANDA mungkin tidak begitu kenal Bagus Burhan, begitu nama
kecilnya. Tapi, kalau saya sebut Ronggowarsito, Anda pasti kenal. Dia adalah
pujangga besar Jawa yang terkenal berkat ungkapannya, zaman sekarang adalah
zaman edan. Jadi, kalau Anda tidak edan, Anda tidak akan kebagian. Edan atau gila yang dimaksud Ronggowarsito itu berkonotasi
negatif. Padahal, tidak semua yang gila itu jelek. Ada juga gila yang bagus.
Coba kita lihat beberapa contoh.
Di
Surabaya, kita punya Wali Kota Tri Rismaharini yang gila taman. Banyak
taman dia bangun dan benahi. Misalnya, taman di Bundaran Dolog, Taman Buah Undaan, taman
di Bawean, serta yang sedang menjadi isu hot, Taman Bungkul.
Sebelumnya, arsitek lulusan ITS itu juga pernah menjabat
kepala Dinas Pertamanan Kota Surabaya. Risma membangun taman dengan penuh rasa
cinta. Maka, tidak heran jika salah satu tamannya, Taman Bungkul, dinobatkan
sebagai taman terbaik se-Asia oleh PBB. Tidak heran pula kalau Risma murka
ketika taman yang dibangunnya dirusak.
Bandung punya wali kota yang gila desain. Namanya, Ridwan
Kamil. Saking gilanya dengan desain, setiap ada proyek pemerintah yang akan
dibangun dia perlu tahu seperti apa desainnya. Kalau desainnya dilombakan, dia
akan menawarkan diri menjadi juri.
Bandara Husein Sastranegara, salah satunya. Bandara itu
bakal diperluas karena jumlah penumpang sudah melebihi kapasitas. Terminal baru
mesti dibangun. Ketika desain terminal itu dilombakan, Ridwan adalah salah
seorang jurinya.
Di Tarakan, Kalimantan Timur, warganya masih ingat dengan
dokter Jusuf S.K. yang saat menjadi wali kota dikenal gila lampu. Jusuf menjadi
wali kota Tarakan pada periode 1998-2009. Semasa menjabat, Jusuk memasang
banyak lampu di trotoar-trotoar. Malam Kota Tarakan menjadi terang-benderang.
Masyarakat pun akhirnya menjadi lebih berani keluar rumah. Jam buka restoran
dan toko-toko menjadi lebih lama. Angka kejahatan pun menurun.
Sekarang kita naik ke tingkat yang lebih tinggi. Warga
Jakarta punya gubernur yang gila blusukan. Namanya, Joko Widodo. Semula banyak
orang yang memandang sebelah mata dengan kegilaan blusukan Jokowi. Namun,
kegiatan itu ternyata tidak hanya membuat Jokowi mampu menangkap permasalahan
di level akar rumput, tetapi juga sekaligus meningkatkan popularitasnya. Jadi,
sekali dayung dua-tiga pulau terlampaui.
Kemungkinan terinspirasi oleh hal itu, ada orang lain yang
mencoba meniru-niru. Hasilnya tentu berbeda. Kegiatan blusukan Jokowi keluar
dari hati. Ada passion. Sementara
itu, yang mencoba meniru tentu tidak. Atau, mungkin juga dia tidak tahan
disebut meniru-niru. Jadi, sebentar saja sudah berhenti. Padahal, kalau hakikat
blusukan-nya memang untuk menangkap permasalahan di akar rumput, mestinya dia
bisa bilang, peduli setan orang bicara apa.
Kini berkat blusukan yang meningkatkan popularitasnya,
Jokowi pun dicapreskan. Saya senang kita punya banyak ''orang gila'' di zaman
yang kata Ronggowarsito zaman edan. Saya juga percaya bahwa negara kita masih
membutuhkan lebih banyak lagi ''orang gila'' seperti Risma, Ridwan Kamil,
Jokowi, Ahok, atau Fadel. Satu-satunya gila yang tidak kita butuhkan adalah
gila kuasa. Mudah-mudahan kelak negara kita tidak dipimpin oleh yang seperti
itu.
Rhenald Kasali (@Rhenald_Kasali)
0 komentar