Serial Perbincangan Sang Guru dan Muridnya (Lambang Bagian Tiga A)

23.52


Serial Perbincangan di Tengah Sawah (Lambang bagian Tiga A )
“Hoooaaaam” mulutku menguap lebar pagi ini. Kulihat masih pukul 03.26, Subuh masih 20 menit lagi tapi dari luar pintu sudah kudengar suara ponakanku berbicara pada ibunya. Dia sepertinya menyebutkan beberapa list barang,
“Mau kemana si kecil itu?” pikirku. Aku keluar kamar, dan teryata benar kakakku sedang menggoreng sesuatu sambil mengoceh tentang malasnya ponakanku untuk mempersiapkan segala sesuatunya dari kemarin malam.
“Mau kemana pagi-pagi begini?” tanyaku pada ponakanku yang mondar-mandir mengambil barang-barangnya.
“Mau naik kereta api nemenin Pak Guru, pak lek” jawabnya ringan.
“Ooh, ya sudah apa yang bisa pak lek bantu?”
Dia dengan cepat menunjukkan list yang ditulisnya di selembar kertas.
Selepas Subuh terdengar ketukan pintu dan salam dari luar, teryata guru ponakanku itu sudah datang. Setelah dibukakan pintu dan dipersilahkan masuk, kami berbincang sebentar sembari bertanya kemana tujuan mereka berdua naik kereta. Setelah ponakanku siap dengan ranselnya maka mereka pun berangkat menggunakan ojek untuk kemudian oper naik mikrolet ke Stasiun Kota Baru.
**
Pagi itu kuambil peralatan lukisku, beberapa sket yang kemarin kugambar sudah siap diwarnai. Aku menuang beberapa warna di palet kemudian mulai mewarnai sket-sket tersebut dengan tenang. Sesekali aku harus membenarkan letak kanvas dengan tangan kiriku, tangan kiriku ini harus mengerjakan segala sesuatu mulai dari makan, melukis sampai urusan kamar mandi. Karena Alhamdulillah, Allah memberkahiku dengan satu tangan saja. Ya, di bagian tubuhku sebelah kanan yang seharusnya terdapat lengan hanya ada tonjolan daging sepanjang 3 cm. Pada masa kecilku aku sering diejek oleh teman-temanku sebagai si buntung, kakak perempuanku lah yang setiap hari membelaku bahkan tak tanggung-tanggung dia sering berkelahi dengan anak-anak lelaki yang mengejekku. Saat aku pulang dengan menangis kakak perempuanku biasanya pulang dengan tubuh dekil penuh luka. Dia juga yang mati-matian meminta pada guru madrasahku agar aku bisa bersekolah di madrasah yang sama dengannya, alih-alih di yayasan pendidikan anak cacat. Oleh karena itu aku sangat sayang pada kakak perempuanku ini, setiap pulang ke Malang aku selalu sempatkan untuk bertemu dengannya. Di masa aku mulai belajar melukis aku terkadang minder dengan teman-temanku yang bertubuh sempurna, tetapi Pak Tino guru melukisku selalu memberiku semangat beliau selalu berkata bahwa ketidaksempurnaanku saat ini akan menjadi sesuatu yang berharga kelak saat aku dewasa.
“Gusti Pangeran iku adil, Tuhan itu Adil” itu adalah kata-katanya yang masih kuingat sampai sekarang. Dan memang saat aku mulai serius di dunia lukis dan menghasilkan karya beberapa rekan pelukisku mengatakan bahwa lukisanku unik ada corak yang mereka bilang sangat berbeda pada umunya bahkan berbeda dari pelukis-pelukis kidal yang memiliki tubuh normal.
**
Matahari sudah tidak tampak karena mendung mengantung di langit sore ini, jarum-jarum air juga mulai berebutan menghujam tanah. Bau tanah yang tersiram air mulai menyapa hidungku, bau hujan yang kurindukan sejak lama. Kulihat gulungan mendung semakin pekat dan aku membayangkan biasanya sore hari begini aku sudah berada di tengah sawah dengan ponakanku dan pak gurunya. Tiga pertemuan kami telah membahas tuntas tentang swastika dan beberapa simbologi Mesir Kuno. Aku mencoba mengingat perbincangan di pertemuan terakhir kami.
**
Kami duduk melingkar sore itu di dangau tengah sawah
“Tahukah anda mengapa Al-Quran setelah dimulai dengan Al-Fatihah lalu disambung dengan surat Al-Baqoroh?”.
Pak Guru itu bertanya padaku
“Saya juga heran, mengapa surat Al-Alaq yang pertama kali diturunkan tidak jadi surat di urutan pertama tetapi malah di urutan 96” Jawabku.
“Banyak memang teori mengenai pengaturan tata urutan surat dalam Al-Quran tetapi kita akan bahas pada satu titik fokus saja yaitu dihubungkan dengan simbologi terutama Egyptologi”.
“Sekarang kita telah satu pendapat bahwa lambang Horus, yang digunakan oleh bangsa purba, berfungsi sebagai cermin dari sifat Tuhan tertentu. Sekarang kita akan bahas tentang makna sapi”.
“Sapi?” ponakanku bertanya.
“Ya, Sapi. Tahukah kamu bahwa sapi mempunyai banyak sekali makna filosofis” Jawab Gurunya.
“Saya jadi ingat salah seorang teman saya, dia pernah memasang gambar sapi di foto profile facebooknya dan saat ada yang mengejeknya kenapa pakai gambar sapi, dia menjawab bahwa sapi memiliki makna filosofis yang sangat tinggi. Saat itu aku juga bertanya-tanya apa kira-kira makna filosofisnya” tambahku.
“Ya, benar. Sapi memiliki makna filosofis yang tinggi, dia adalah simbol dari kemakmuran karena tenaga reproduksinya dan manfaat besar yang mengikutinya kepada manusia. Sapi atau lembu adalah basis peradaban awal, dan kelihatannya menjadi lambang kebudayaan. Sapi itu memberi susu, menarik bajak, dan mengairi ladang.”
**
“Bila kita flashback keadaan orang-orang dahulu, kita dapat melihat sapi. Karena bila manusia tanpa melalui pertolongannya untuk membuka ladang, menanam dan menetap, maka abad batu akan masih tetap berlangsung. Oleh karena itu dalam Al-Quran setelah Ummul Qura yang menjelaskan sifat-sifat Allah maka berikutnya adalah surat yang bercerita tentang Sapi sebagai basis awal peradaban manusia yaitu Al-Baqoroh yang artinya Sapi Betina. Yang berikutnya adalah surat Ali-Imran yang artinya “Keluarga Imran”, surat ke tiga. Luar biasanya kedua surat ini dimulai dengan huruf ‘alif’,’lam’,’miim’. Guru ponakanku itu mulai menjelaskan”.
Dia meminjam pensil lukisku dan kertas lalu mengambar huruf hijaiyah
“ Huruf ‘Alif’ (ﺁ)
“Dalam tulisan kuno hieroglip bangsa Mesir dan Phunisia melambangkan sapi, yang digunakan mengolah tanah dalam persiapan menanam biji-bijian”.
‘lam’ (ﻞ)
“Yang bila bentuknya dibalik maka dalam tulisan kuno hieroglip bangsa Mesir melambangkan batang atau tongkat yang digunakan untuk memerintah dan mengendalikan sapi”.
“Sedangkan ‘miim’ ( ﻡ)
“Melambangkan air yang diperlukan biji agar bisa tumbuh dan dipanen setelah tanah di olah oleh sapi”.
“Lembu itu merupakan lambang yang diperlukan oleh bangsa kuno, Al-Quran menerangkan perkembangan dari budaya manusia, menyatakan bahwa ini ada dua cabang, spiritual dan fisikal. Karena itu, sapi melambangkan pengolahan bumi atau budaya fisik dan juga persaudaraan serta kesatuan tujuan yang merupakan budaya non-fisik atau budaya spiritual, yang keduanya saling menunjang”.
**
“Dalam bahasa Ibrani, Imran berarti ‘seikat gandum yang masak’, yakni, produk dari budaya fisik, evolusi manusia ke tujuan spiritual. Di medan perang Uhud, Nabi Suci s.a.w. melihat dalam rukyah sapi-sapi disembelih. Beliau sendiri menafsirkan bahwa dalam pertempuran itu sejumlah sahabatnya akan gugur, yakni para sahabatnya itu disebut sapi karena kasih-sayang dan saling menyayanginya” terangnya.
“Rukyah itu apa?” Tanya ponakanku
“Rukyah itu bisa diartikan penglihatan sebelum sesuatu terjadi, weruh sakdurung winarah” jawab gurunya.
“Ooh, seperti Mama Loren gitu ya?” Tanya ponakanku lagi
“Huss, nanti saja itu dibahas” potongku.
Si Guru hanya tersenyum kecil lalu melanjutkan.
“Dalam Kitab Weda kita membaca bahwa sapi itu memanggul semesta, tetapi sapi juga budaya fisik dan spiritual, penyebab awal dan pemelihara bumi”.
**
“Dalam filsafat Cina juga dikenal tiga huruf ‘ann, ho dan ping’. Ann yang artinya beras di mulut menunjukkan arti pemelihara, awal kebutuhan kehidupan. Dasar ideal dari contoh-contoh ini terdapat dalam sifat utama-Nya yang pertama, Rabbul ‘Alamiin; yakni, Dia adalah Tuhan seru sekalian alam, melalui mana hadirlah hukum alam, penciptaan, pemeliharaan, pengembangan dan perlindungan”.
“Setelah itu dalam filsafat Cina ‘HO’ digambarkan sebagai ‘Seorang wanita di dalam tenda’. Lihatlah alam ini anda akan melihat bahwa burung membuat sarangnya ketika mulai birahi. Perempuan, sarang, rumah dan kasih adalah sinonim. Inilah al-Nisa, surat keempat dari al-Quran”.
“Dalam Egyptologi, setelah sapi atau banteng, adalah perempuan dan kemudian datanglah makanan atau Al-Maida, atur meja makan bagi sekeluarga manusia. Adalah cinta spiritual atau kasih Ilahi dan cinta kepada sesama manusia pada umumnya, yang dalam terminologi Quran disebut Rahmaniyyat”.
“Kemudian tibalah atribut ke tiga, ‘Hikmah’, dimana manusia belajar dari para Nabi yaitu Ibrahim, Ishaq, Ya'qub, Nuh, Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa, Harun, Zakaria, Yahya, 'Isa, Ilayas, Alyasa', Yunus dan Luth tentang kebijaksanaan mereka. Yang Allah tetapkan dalam diri mereka”.
**
“Setelahnya datanglah Al-A’raf, tempat yang tinggi dan luhur; boleh anda namakan ini kebijakan spiritual. Ini dalam terminologi Quran adalah “Kitab dan Hikmah-Nya”. Dan dalam bahasa kiasan, ini adalah seekor elang rajawali. Dalam filsafat Cina ini adalah ‘Ping’, atau persamaan dari hati nurani”.
Dia lalu menuliskan serentetan kalimat
“Setelah basis awal peradaban (sapi), rumah (perempuan), persamaan hati (atur meja untuk seluruh keluarga manusia), wahyu (hikmah-rajawali), sekarang tibalah ‘Singa’. Ini adalah lambang keadilan, tidur ketika manusia tidak berbuat kesalahan, mengaum ketika kejahatan merebak. Dalam Quran Suci ada dua surat. Rampasan perang yaitu Al-Anfal dan Taubat yaitu Al-Taubah yakni, singa mengaum. Mereka yang telah meneliti segi filosofis dari Quran Suci akan menyadari kapan singa itu beristirahat dan kapan mengaum”.
“Dalam al-Anfal yang memiliki hikmah hadiah sukarela bagi umat yang papa dan tertindas, singa itu tertidur, karena segalanya berjalan menurut aturan berbuat keadilan. Dan betapa singa itu mengaum dalam al-Taubah. Berlainan dengan surat-surat yang lain, maka pada permulaan surat ini tidak terdapat basmalah, karena surat ini adalah pernyataan perang dengan arti bahwa segenap kaum muslimin dikerahkan untuk memerangi seluruh kaum musyrikin. sedangkan basmalah bernafaskan perdamaian dan cinta kasih Allah swt”.
“Masalah yang sangat menakjubkan ini diringkas dalam surat yang sangat pendek yaitu pada surat al-Fatihah dalam Quran Suci: Ada empat penyangga arasy Tuhan kita, yakni, dengan Kekuasaan-Nya memberikan kita basis peradaban, dengan Kemurahan dan penyayang-Nya memberikan kita tempat bernaung, dengan Kebijaksanaan-Nya memberikan kita hati nurani untuk mencari hikmah dari segala sesuatu, dan dengan Keadilan-Nya memberikan kita peringatan serta hukuman bila kita melakukan hal yang tidak sesuai dengan jalan-Nya”.
“Dengan kata lain Rabb, Rahman, Rahim, Malik Yaumiddin. Tetapi disini kita pertimbangkan delapan surat permulaan yang berkaitan dalam Quran Suci. Sebagaimana dikatakan di surat Al Haaqqah 17
“Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung 'Arsy Tuhanmu di atas (kepala) mereka.”
“Analogi yang mirip dengan ini, dalam Egyptologi, bahwa pada setiap sudut-penjuru alam semesta ini ada empat malaikat yang mendukung alam semesta atau langit atau Kerajaan Ilahi”.
“Sebelumnya saya bahkan hanya memaknai bahwa Alif,Lam,Mim sebagai kalimat yang hanya Allah saja yang tahu. Tetapi teryata tersimpan makna yang dalam disana. Tiga kata itu merupakan kunci untuk menjelaskan tata urutan surat-surat awal dalam Al-Quran. Lalu bagaimana hubungan Egyptologi ini dengan agama Kristen? Bukankah mereka juga memiliki hubungan dengan Mesir, terutama di zaman Nabi Musa dan Bani Israel?” Aku bertanya.
**
“Kok, malah melamun? Ga kamu selesaikan lukisanmu? Tiba-tiba kakakku datang dengan segelas kopi.
“Iya, mbak. Lagi istirahat sebentar” jawabku.
“Ya, sudah ayo diminum dulu kopinya. Ku tinggal ke rumah tetangga sebelah dulu ya”
Aku hanya tersenyum dan mengangguk.
Bersambung
*dapat dilihat juga di www.abawonos.blogspot.com dan http://fiksi.kompasiana.com/prosa/2010/12/22/serial-perbincangan-di-tengah-sawah-lambang-bagian-tiga-a/

You Might Also Like

0 komentar

Instagram